Rabu, 15 Juni 2016

Jagat Media Sosial

Hiruk pikuk media sosial bukan lagi hal yang bisa disepelekan. Kebencian disebar secara sporadis di media sosial. 

Media sosial saat ini saya menyebutnya hutan belantara. Ibarat hukum alam, yang kuat yang menang, di media sosial yang kuat adalah yang terbanyak "like". Media sosial saat ini sudah tidak seramah dulu, banyak menebar kebencian dan rasisme. Esensi awal media sosial sebagai media menambah teman sudah bergeser menjadi ajang debat bebas.

        Mengenal media sosial melalui friendster 12 tahun lalu, boleh dikatakan jika friendster adalah "kakek" dari semua media sosial sat ini. Saat itu friendster masih sangat sederhana, hanya sebatas berbagi video, foto, pesan dan komentar dengan anggota lain melalui profil dan jaringan mereka. Komentar yang datang sangat bersahabat, karena saat itu hanya benar-benar orang dikenal yang menjadi teman. Meskipun ada status pedas dan komentar pedas, tetapi tidak sebebas dan cenderung rasis seperti sekarang. 

        Sering waktu, kemudian muncul media sosial lain, seperti Twitter dan si raksasa facebook. Kedua media sosial ini mulai disukai dan menggeser friendster karena beberapa fitur yang tidak dimiliki oleh friendster. Seperti fitur untuk bisa mentautkan berbagai alamat website di halaman status. selain itu, kecepatan dan kemudahan interaksi oleh sesama pengguna facebook dan twitter membuat keduanya semakin disukai. Serta masih banyak fitur lain yang membuat facebook dan twitter menjadi media sosial paling banyak penggunanya secara global, baik lintas budaya dan lintas agama.  

        Saat itu tahun 2008 dimana facebook dan Twitter baru mulai saya kenal. Akan tetapi  akses media sosial masih terbatas, mayoritas masih mengakses di PC atau laptop. Kecepatan update informasi media sosial juga lambat dan terbatas. Perkembangan media sosial saat itu terbilang masive dan lambat. Keterbatasan teknologi dan akses internet membuat media sosial masih belum banyak penggunanya, khususnya di indonesia. Baru kemudian karena perkembangan smartphone, jadilah media sosial menjadi identitas kedua bagi masyarakat. Hampir setiap pengguna smartphone pasti memiliki akun media sosial, tidak hanya satu melainkan dua atau tiga. Sontak, kehidupan seperti berpindah dari dunia nyata ke dunia maya, termasuk berbagai isu SARA.

Penyebar Kebencian
      sosial saat ini yang bisa dibilang sebagai media penyebar informasi masyarakat atau dikenal dengan istilah citizen jurnalism. Banyak peristiwa penting yang disebar di media sosial, kecepatan penyebaran disebabkan fitur repost oleh sesama pengguna. Ironisnya adalah segala jenis informasi bisa disebar baik informasi bermanfaat atau informasi yang kurang bermanfaat. Penyalahagunaan media sosial akhirnya berkembang cukup signifikan, mulai dari kasus penipuan hingga pencermaran dan fitnah.

        Dan, saat ini media sosial begitu menakutkan, kebencian ditebar. Bahkan beberapa kasus hukum bermula dari media sosial ini. Teman jadi musuh, keluarga jadi berjauhan. Meskipun tetap ada hal positifnya, namun saya yakin tetap banyak orang yang skeptis. Mengapa dengan semakin canggihnya media sosial justru membuat kita semakin primitif. Hanya melihat tanpa mencerna. Hanya melihat dari satu sumber tanpa memperbandingkan sumber lain.

        Masyarakat cenderung menelan mentah-mentah segala informasi di media sosial. Terkesan tidak ada langkah pengujian informasi lagi, seperti membandingkan dengan sumber-sumber lainnya. Ada istilah HOAX yang belakangan dikenal di jagat media sosial. HOAX adalah istilah untuk segala informasi yang diragukan kebenarannya atau memang informasi palsu. 

       Masyarakat sangat menyukai informasi yang melabel tentang agama dan politik. Informasi baik berupa artikel taua hanya foto yang menjadi viral di masyarakat hanya karena membawa label agama dan politik. Bukan hanya informasi yang bermnfaat, informasi yang cenderung negatif justru seperti mendapat tempat di masyarakat. Akhirnya, masyarakat tidak bisa lagi membedakan mana informasi bermnfaat atau informasi yang bersifat penghinaan.

Bisnis Kebencian
       Isu SARA dan politik menjadi favorit konsumsi masyarakat di media sosial. Etnosentrisme menjadi praktek terselubung yang dilakukan masyarakat di media sosial milik mereka. Segala posting yang berhubungan dengan SARA dan politik akan sangat cepat direpost oleh akun lainnya. Masyarakat secara tidak langsung menebar kebencian, meskipun hal tersebut dianggap benar oleh mereka.
      
      Fenomena ini kemudian dimanfaatkan oleh beberapa oknum cerdas. Mereka memanfaatkan kepanikan masyarakat dengan sengaja membuat konten yang disukai. Bahkan beberapa konten sengaja dibingkai ulang supaya semakin disukai. Oknum-oknum yang terkadang menyebut diri mereka sebagai politikus, atau bahkan pemerhati agama sengaja meraih untung. Keuntungan akan didapat apabila blog atau fanpagenya disukai dan diikuti oleh banyak akun media sosial. Mereka mendapat untung dari iklan atau komisi dari pemasang iklan dengan sistem online.